Minggu, 29 April 2012 0 komentar

PERLINDUNGAN KONSUMEN

DI SUSUN OLEH :






                        AGUNG ROMADHON                                       ( 20210311 )

                        AGUNG SATRIO                                                  ( 20210312 )

                        FAHMI DANU SAPUTRA                               ( 29210719 )

                        HERU HERMAWAN                                           ( 23210282 )

                        MUHAMMAD ALWAN AL BADRANI    ( 24210617 )






KELAS : 2 EB 06


PERLINDUNGAN KONSUMEN

Abstrak

Perlindungan Konsumen di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif , hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, dan sebagainya.

Pendahuluan 
Sistem informasi dan teknologi yang semakin berkembang ini, mengubah perilaku konsumen. Dalam hal melakukan transaksi bisnis maupun transaksi lainnya, konsumen kini sangat mengedepankan aspek praktis, fleksibilitas, dan efisiensi. Realita ini tentunya merupakan suatu tantangan besar bagi industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya sangat berperan dalam melayani konsumen dalam halmemberikan kemudahan dan keamanan yang tidak memberatkan konsumen serta tidak berbelit-belit.

Pembahasan

Pengertian Konsumen
Konsumen berasal dari bahasa Belanda “Konsument” artinya memakai. Menurut para sarjana konsumen diartikan pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka dari para produsen.

Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentng perlindungan konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat. Baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan todak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bhwa pemakai produk itu dapat perorangan atau badan usaha atau badan hukum.

Hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-undang perlindungan konsumen antara lain :

Pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 mengenai hak konsumen :     

  1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
  2. Hak untuk memilih  barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa.
  4. Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut.
  6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujr serta tidak diskriminatif.
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuat dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya.
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5 UU No. 8 tahun 1999 mengenai kewajiban konsumen :

  1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
  2. Beritikad baik dalam melakukan trnsaksi pembelian barang atau jasa.
  3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yng disepakati.
  4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


Ada Dua jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen

1.    Perlindungan Priventif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli atau menggunakan atau memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu tersebut.

2.    Perlindungan Kuratif
Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan barang atau jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu, serta tidak boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.

Tujuan perlindungan konsumen diantaranya adalah :

1.    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan jasa.
3.    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4.     Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6.    Meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

Asas-asas dalam perlindungan konsumen yaitu :

·         Asas Manfaat.
Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

·         Asas Keadilan.
Agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

·         Asas Keseimbangan
Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil atau pun spiritual.

·         Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang digunakan.

·         Asas Kepastian Hukum.
Agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Kesimpulan
Perlindungan konsumen itu adalah hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif , hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, dan sebagainya. Ada dua jenis perlindungan terhadap konsumen yaitu Perlindungan Privebtif dan Perlindungan Kuratif. Dan ada 5 asas dalam perlindungan konsumen yaitu Asas manfaat, Asas keadilan, Asas keseimbangan, Asas keamanan dan keselamatan konsumen, dan Asas kepastian hukum.

Sumber:http://achmadsaerozi.wordpress.com/2011/01/02/perlindungan-konsumen-di-indonesia/

0 komentar

HUKUM PERIKATAN

DI SUSUN OLEH :




                        AGUNG ROMADHON                                       ( 20210311 )

                        AGUNG SATRIO                                                  ( 20210312 )

                        FAHMI DANU SAPUTRA                               ( 29210719 )

                        HERU HERMAWAN                                           ( 23210282 )

                        MUHAMMAD ALWAN AL BADRANI    ( 24210617 )






KELAS : 2 EB 06

HUKUM PERIKATAN

Abstrak

Dalam bahasa Belanda istilah perikatan di kenal dengan istilah verbintenis, yaitu bila di terjemahkan di dalam bahasa Indonesia adalah perikatan, perutangan, dan perjanjian. Istilah tersebut lebih umum di gunakan dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan di artikan sebagai sesuatu yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain.

          Pendahuluan

           Hukum perikatan terdiri dari kata Hukum dan perikatan. Perikatan berasal dari kata verbintensis yang memiliki banyak arti, di antaranya sebagai berikut :
1.    Perikatan, yaitu masing – masing pihak saling terikat oleh suatu kewajiban / prestasi (Subekti dan Sudikno)
2.    Perutangan, yaitu suatu definisi yang terkandung dalam Verbintenis. Adanya hubungan hutang piutang antara para pihak ( Sri Soedewi, Vol Maar dan Kusumadi)
3.    Perjanjian / overeenkomst (Wiryono Prodjodikoro)

Berdasarkan Instilah, perikatan di definisikan sebagai hubungan hukum dalam lingkungan Harta kekayaaan antara dua pihak / lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.

Pembahasan

Sistem Hukum perikatan

Sistem hukum perikatan bersifat terbuka, artinya, setiap perikatan memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan berbagai bentuk perjanjian, seperti di atur dalam Undang-Undang, serta peraturan khusus/ peraturan baru yang belum ada kepastian dan ketentuan, Misalnya, perjanjian sewa rumah, sewa tanah, dan sebagainya.

Sifat Hukum Perikatan

Hukum perikatan merupakan hukum pelengkap, konsensuil, dan obligator. Bersifat sebagai hukum pelengkap artinya jika para pihak membuat ketentuan masing-masing, setiap pihak dapat mengesampingkan peraturan dan Undang-undang.
Hukum perikatan bersifat konsensuil artinya ketika kata sepakat telah di capai oleh pihak masing- masing, perjanjian tersebut bersifat mengikat dan dapat di penuhi dengan tanggung jawab.
Sementara obligator berarti setiap perjanjian yang telah di sepakati bersifat wajib di penuhi dan hak milik akan berpindah setelah di lakukan penyerahan kepada tiap-tiap pihak yang telah bersepakat.

Macam-macam Hukum Perikatan

1.    Perikatan bersyarat, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya di kaitkan pada syarat tertentu.
2.    Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang pemenuhan prestasinya di kaitkan pada waktu yang tertentu /dengan peristiwa tertentu yang pasti terjadi.
3.    Perikatan tanggung menanggung/tanggung renteng, yaitu para pihak dalam perjanjian terdiri dari satu orang pohak yang satu pihak yang lain.
4.    Perikatan dapat di bagi dan tidak dapat di bagi, artinya perikatan yang dapat di bagi adalah perikatna yang prestasinya dapat di bagi-bagi, sementara perikatan yang tidak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tidak dapat di bagi-bagi.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERIKATAN

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.

1.   Asas kebebasan berkontrak
asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuat. Dengan demikian, cara ini dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjian dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, denagn pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan.
2.    asas konsensualisme
adalah perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.

HAPUS NYA PERIKATAN
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPdt, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
·         Karena pembayaran
·         Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
·         Karena adanya pembaharuan hutang
·         Karena percampuran hutang
·         Karena adanya pertemuan hutang
·         Karena adanya pembebasan hutang
·         Karena musnahnya barang yang terhutang
·         Karena kebatalan atau pembatalan
·         Karena berlakunya syarat batal
·         Karena lampau waktu

Kesimpulan
Perikatan adalah hubungan hukum dalam lingkungan Harta kekayaaan antara dua pihak lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Sistem hukum perikatan bersifat terbuka, artinya, setiap perikatan memberikan kemungkinan bagi setiap orang untuk mengadakan berbagai bentuk perjanjian.
Hukum perikatan mempunyai sifat sifat hukum yaitu sebagai hukum pelengkap, konsensuil, dan obligator, Hukum perikatan mempunyai 4 jenis yaitu 1. Perikatan bersyarat, 2. Perikatan dengan ketetapan waktu, 3. Perikatan tanggung renteng, 4. Perikatan dapat di bagi dan tidak dapat di bagi. Hukum perikatan mempunyai dua asa yaitu asas berkebabsan berkontrak dan asas konsensualisme. Sedangkan itu untuk penghapusan kontrak ada di pasal 1381 KUHPdt yang berisi 10 cara penghapusan kontrak



0 komentar

HUKUM DAGANG

DI SUSUN OLEH :




                        AGUNG ROMADHON                                       ( 20210311 )

                        AGUNG SATRIO                                                  ( 20210312 )

                        FAHMI DANU SAPUTRA                               ( 29210719 )

                        HERU HERMAWAN                                           ( 23210282 )

                        MUHAMMAD ALWAN AL BADRANI    ( 24210617 )





KELAS : 2 EB 06


HUKUM DAGANG

ABSTRAKSI

Hukum dagang merupakan hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan, dan Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada Hukum tertulis yang dikodifikasikan dan Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan.


PENGERTIAN HUKUM DAGANG

Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.

SUMBER-SUMBER HUKUM DAGANG

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.    Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
·         Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K)
·         Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW)
2.    Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.

KETENTUAN-KETENTUAN HUTANG DAGANG

Hubungan hukum antara produsen satu sama lain, produsen dengan konsumen yang meliputi antara lain :
1.    pembelian dan penjualan serta pembuatan perjanjian.
2.    Pemberian perantara antara mereka yang terdapat dalam tugas-tugas makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
3.    Hubungan hukum yang terdapat dalam :
·         Bentuk-bentuk asosiasi perdagangan seperti perseroan terbatas (PT=NV), perseroan firma (VOF)
·         Pengakuan di darat, laut dan di udara serta pertanggungan atau asuransi yang berhubungan dengan pengangkutan dan jaminan keamanan dan resiko pada umumnya.
·         Penggunaan surat-surat niaga

SEJARAH HUKUM DAGANG

Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.
Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
·         Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
·         Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.

HUBUNGAN HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA

Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.    Membantu didalam perusahaan
2.    Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a)    Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b)   Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c)    Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

KEWAJIBAN-KEWAJIBAN PENGUSAHA

Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
1.     Membuat pembukuan
2.    Mendaftarkan perusahaannya

BENTUK-BENTUK BADAN USAHA

Secara garis besar dapat diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status hukumnya.
1.    Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan.
2.    Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum
Sementara itu, didalam masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
1.    Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :
a)    Perusahaan Swasta Nasional
b)   Perusahaan Swasta Asing
c)    Perusahaan Patungan / campuran

2.    Perusahaan Negara
Perusahaan disebut dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk ;
a)    Perusahaan Jawatan
b)   Perusahaan Umum
c)    Perusahaan Perseroan
Yayasan

Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
1.    Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan
2.    Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan
3.    Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
4.    yayasan tidak mempunyai anggota

Pembubaran yayasan

Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian, yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
a)    Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir
b)   Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau tidak tercapai
c)    Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

KESIMPULAN

Jadi Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.

SUMBER :
-      Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
-      Ridwan Khairandy dkk, S.H., M.H., Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 1999.

0 komentar

SUBYEK HUKUM

DI SUSUN OLEH :





                        AGUNG ROMADHON                                       ( 20210311 )

                        AGUNG SATRIO                                                  ( 20210312 )

                        FAHMI DANU SAPUTRA                               ( 29210719 )

                        HERU HERMAWAN                                           ( 23210282 )

                        MUHAMMAD ALWAN AL BADRANI    ( 24210617 )



KELAS : 2 EB 06


SUBYEK HUKUM



ABSTRAKSI
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum Dalam Ekonomi yang berjudul Subyek Dan Obyek Hukum  ini dengan tepat waktu. Makalah ini membahas materi tentang subyek hukum dan obyek hukum.
Harapan kami makalah ini dapat meningkatkan pemahaman dalam mempelajari ilmu aspek hukum dalam ekonomi terutama dalam materi subyek hukum dan obyek hukum. Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mohon dimaklumi dan dimaafkan karena kami masih dalam tahap pembelajaran.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kami menerima kritikan dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Atas perhatian dan kesempatan serta bimbingan yang telah diberikan Dosen Aspek Hukum Dalam Ekonomi Ibu Sri Setya Handayani, kami ucapkan terima kasih.

Pengertian Subyek Hukum
Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. wewenang subyek hukum ini di bagi menjadi dua yaitu :
1. Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid) dan
2. Kedua, wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Jenis Subyek Hukum
Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu manusia biasa dan badan hukum.
Manusia Biasa
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan.
Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
  1. Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
  2. Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian   adalah :
  3. Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
  4. Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena   gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
  5. Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
Badan Hukum
Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
  1. Didirikan dengan akta notaris.
  2. Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
  3. Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
  4. Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
2.   Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
Ada 4 teori yang digunakan sbg syarat badan hukum untuk menjadi subjek hukum:
1.    Teori Fictie adalah badan hukum itu semata-mata buatan negara saja.
  1. Teori Kekayaan Bertujuan adalah hanya manusia saja yang dapat menjadi subjek hukum.
  2. Teori Pemilikan adalah hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak kewajiban anggota bersama-sama.
  3. Teori Organ adalah suatu jelmaan yang sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum.
OBYEK HUKUM
Pengertian Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.
Jenis Obyek Hukum
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
  • Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
  • Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
2.   Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
  • Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
  • Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
  • Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
  1. Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
2.   Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3.   Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.   Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Kesimpulan
Jadi kesimpulan dari materi kami tentang Subjek dan Objek hukum adalah Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum. Jenis subjek hukum ada dua yaitu manusia biasa dan badan hukum. Badan hukum terdiri dari dua bentuk yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat. Sedangkan objek hukum itu adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Objek hukum sibagi dua yaitu objek hukum kebendaan dan objek hukum bukan kebendaan. Objek hukum yang merupakan kebendaan dibagi dua lagi yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Sumber : http://id.wikipedia.org

 
;